Ditulis oleh Ustadz H. Muhammad Ruhiyat Haririe, Lc., Dipl. / Rabu, 12 Juni 2024

Dalam pelaksanaan suatu ibadah, para ulama membagi rangkaian-rangkaian ibadah menjadi tiga klasifikasi yang berlaku bagi semua ibadah. Klasifikasi tersebut adalah “rukun, wajib dan sunnah.” Dari masing-masing klasifikasi tersebut, tentu akan menghasilkan konsekuensi hukum yang berbeda pula.

 

Wukuf di Arafah merupakan salah satu rukun haji. Berlandaskan pada sabda Rasulullah ﷺ “haji itu adalah (wukuf) di Arafah,” maka semua ulama mazhab bersepakat bahwa pelaksanaan wukuf di Arafah pada hari Arafah adalah termasuk ke dalam rukun haji. Ketika seseorang tidak melaksanakan wukuf sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh para ulama sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, maka tidak sah pula hajinya dan wajib untuk mengulang hajinya pada tahun berikutnya.

 

Hukum Wukuf di Arafah dalam Haji

Imam Nawawi (1994) menyebutkan bahwa diwajibkan seseorang untuk melaksanakan wukuf di Arafah pada waktu yang telah ditentukan yaitu sejak tergelincirnya matahari pada tanggal 9 Dzulhijjah hingga terbitnya fajar pada tanggal 10 Dzulhijjah. Walaupun wukuf yang dilakukan hanyalah sejenak saja baik itu sebagian siang ataupun sebagian malamnya, maka tetap sah wukufnya dan hajinya. Namun barang siapa yang meninggalkannya, maka tidak sah pula hajinya.

 

Sayyid Sabiq (n.d.) mengatakan bahwa wukuf itu tetap wajib walaupun dilakukan dalam keadaan tidur, terjaga, di atas kendaraan, duduk, berbaring, berjalan, maupun dalam keadaan suci ataupun tidak, seperti orang yang sedang haid, nifas, atau junub. Hal ini karena berdasarkan riwayat yang disandarkan kepada Ibnu Umar Ra:

 

مَن لَمْ يَقِفُ بِعَرَفَاتٍ قَبْلَ الفَجْرِ فَقَدْ فَاتَهُ الحَجْ، وَلَا يَجْزِىء عَنْهُ إِنْ جَاءِ بَعْدَ طُلُوْعِ الفَجْرِ، وَيَجْعَلُهَا عُمْرَةً وَعَلَيهِ الحَجَّ مِنْ قَابِلِ

 

Artinya: “Orang yang tidak melaksanakan wukuf di Arafah sebelum terbit fajar, hajinya tidak sah. fika dia melakukan wukuf setelah fajar terbit, hajinya juga tidak sah. Hendaknya dia menjadikannya bagian dari umrah. Dia wajib mengulangi haji pada musim haji yang akan datang.” (Fiqih Sunnah, n.d.)

 

Adapun Syaikh Wahbah Zuhaili (1985) menyampaikan bahwa jumhur ulama mazhab sepakat terkait sahnya haji dan wukufnya seseorang yang melakukan wukuf di Arafah walaupun hanya sejenak. Baik itu dia berdiri, duduk, ataupun di atas kendaraan. Baik seseorang itu tidur ataupun sadar, mengetahui ataupun tidak, baik itu pingsan ataupun mabuk (dalam pendapat madzhab Hanafi dan Maliki). Hal ini karena kembali pada maksud dari wukuf di Arafah itu sendiri yaitu adalah menghadirkan diri di Arafah pada hari Arafah. Adapun mengenai mereka yang tidak memiliki uzur, sejatinya jumhur madzhab (Hanafi, Maliki dan Hambali) memandang bahwa wajib seseorang untuk berwukuf di Arafah dari mulai tergelincir matahari hingga terbenam matahari. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ dalam haji wada yang mana beliau berwukuf hingga malam tiba. Imam Syafi'i menyebutkan bahwa untuk waktu pelaksanaan wukuf disunnahkan berwukuf dari siang hari saat matahari tergelincir hingga malam tiba (setelah terbenam matahari).  

 

Maka kedua pendapat ini pun mendatangkan konsekuensi yang berbeda karena jumhur berpendapat terkait wajibnya wukuf dari tergelincir matahari hingga terbenam, maka mereka yang meninggalkan arafah sebelum matahari terbenam, wajib untuk membayar dam. Hal ini karena mereka melanggar wajib haji. Sedangkan mereka yang mengikuti pendapat madzhab Syafi'i, maka tidak diwajibkan membayar dam karena madzhab Syafi'i memandang ini adalah meninggalkan sesuatu yang sunnah saja. Tentu hal ini sesuai dengan pendapat yang sebelumnya disampaikan mengenai keabsahan wukufnya seseorang yang melintas hanya sebentar saja di Arafah yang telah disepakati oleh jumhur ulama madzhab.

 

Lalu bagaimana bagi mereka yang tidak melakukan wukuf di Arafah?

 

Hukum Haji Tanpa Wukuf di Arafah

Hendaklah untuk menyempurnakan pelaksanaan hajinya menjadi pelaksanaan umrah dan mengulangi hajinya di tahun berikutnya. Hal ini berdasarkan kepada pendapat Ibnu Umar ra.:

 

مَن لم يُدرِكْ عَرَفةَ حتى طلَعَ الفجْرُ؛ فقد فاتَه الحجُّ، فليأتِ البَيتَ فلْيَطُفْ به سبعًا، ولْيطَّوَّفْ بين الصَّفا والمروةِ سبعًا، ثمَّ لْيحلِقْ أو يقَصِّرْ إن شاء، وإن كان معه هديٌ فلْيَنْحَرْه قبل أن يحلِقَ، فإذا فرغَ مِن طوافِه وسَعْيِه فلْيَحلِقْ أو يقصِّرْ، ثم لْيَرجِعْ إلى أهله، فإن أدركَه الحجُّ مِن قابلٍ فليَحُجَّ إن استطاعَ، وليُهْدِ في حَجِّه، فإنْ لم يجِدْ هديًا فليَصُمْ ثلاثةَ أيَّامٍ في الحجِّ وسبعةً إذا رجَعَ إلى أهلِه

 

Artinya: “Sesiapa yang tidak mendapati (wukuf) di Arafah hingga terbitnya fajar (hari Idul Adha), maka tidaklah sah hajinya. Maka datangilah baitullah lalu lakukanlah tawaf sebanyak tujuh putaran, dan lakukanlah sa’i antara Shafa dan Marwa sebanyak tujuh putaran, kemudian lakukanlah halq atau taqsir (tahallul) sesuai yang kalian inginkan. Jika bersama kalian hewan kurban, maka sembelihlah sebelum kalian melakukan tahallul. Barangsiapa yang telah menuntaskan thawaf dan sa’i nya, maka lakukanlah halq atau taqsir. Lalu kembalilah kepada keluarganya masing-masing. Jika ingin melakukan haji kembali pada tahun berikutnya, maka lakukanlah jika mampu. Lalu sembelihlah hewan qurban pada pelaksanaan hajinya. Jika tidak ada, maka berpuasalah tiga hari saat perjalanan haji dan tujuh hari saat setelah kembali ke keluarganya.” (Diriwayatkan oleh Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm, 3/416)

 

Semoga Allah ﷻ karuniakan kepada kita kesempatan untuk berwukuf di Arafah. Melaksanakan rangkaian ibadah haji di baitullah. Setidaknya, sekali dalam usia hidup kita.

 

Wallahu A'lam Bishawab

 

Sumber Referensi:

  1. Dr. Wahbah Zuhaili. (1985). Al-Fiqhu Al-Islami Wa Adillatuhu. Damaskus: Darul Fikr. Jilid 3, hal. 175-178
  2. Sayid Sabiq. (n.d.) Fiqhus Sunnah. Cairo: Fathul I’lam Al-’Arabi. Jilid 1, hal. 495
  3. Muhammad bin Syaraf An-Nawawi. (1994). Al-Idhah fii Manasiki Al-Hajj wa Al-Umrah. Beirut: Daar Al-Basyair Al-Islamiyah Hal. 279

Bagikan:

Artikel Lainnya

Jejak Imani | Mabit di Muzdalifah dalam Rangkaian Ibadah Haji

Minggu, 9 Juni 2024

Jejak Imani | Mabit di Muzdalifah dalam Rangkaian Ibadah Haji

Jejak Imani | Mabit di Muzdalifah dalam Rangkaian Ibadah HajiMabit di Muzdalifah merupakan salah satu rangkaian dalam ib...

International Islamic Expo 2024, DP 5 Juta Dapat Nomor Haji di Jejak Imani!

Senin, 15 Juli 2024

International Islamic Expo 2024, DP 5 Juta Dapat Nomor Haji di Jejak Imani!

International Islamic Expo 2024 akan berlangsung 3 hari pada 26 - 28 Juli 2024 di Assembly Hall, Jakarta Convention Center (JCC) Senayan. In...

Melewati 2-3 Waktu Sholat di Pesawat, Bagaimana Cara Sholatnya?

Jumat, 26 Juli 2024

Melewati 2-3 Waktu Sholat di Pesawat, Bagaimana Cara Sholatnya?

Ketika sedang melakukan perjalanan jauh, umat Islam tidak boleh sekalipun meninggalkan shalat. S...

Puasa Bulan Muharram Ada Apa Saja? Simak Penjelasan Ustadz!

Selasa, 16 Juli 2024

Puasa Bulan Muharram Ada Apa Saja? Simak Penjelasan Ustadz!

Seorang muslim yang memasuki bulan Muharram, hendaklah ia mengerti dan memahami akan beberapa am...

Lokasi Jejak Imani

Kantor Pusat

081112000180

Intermark Indonesia Ruko 9 & 10, Jalan Lingkar Timur No. 9 BSD Kota Tangerang Selatan, Banten 15310

Cabang Yogyakarta

08112995755

Jl. Salakan III No.222, Saman, Bangunharjo, Kec. Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55188

Cabang Palembang

085273553536

Jalan Siaran No 1 Komp Vila Sako Indah Satelit 02 RT 104 RW 08, Kel Sako, Kec Sako, Palembang, Sumatera Selatan 30163

Cabang Surabaya

08113290037

Jl. Cimanuk No. 3, RT.008/RW.19, DR. Soetomo, Kec. Tegalsari, Surabaya, Jawa Timur 60264

Cabang Bandung

08118008846

Jl. Pelajar Pejuang 45 No.38 Lingkar Selatan Kec. Lengkong, Kota Bandung, Jawa Barat 40263

Kebijakan & Privasi

Logo

Konsultasi Gratis Sekarang

Hubungi WA/Telp

Kantor Pusat

085720028100 (Yuta)

08119178100 (Siti)

087720027100 (Dhea)

08118246988 (Nabila)

087820025100 (Abdurrohman)

087720028100 (Safitri Aulia)

087820021100 (Putri Husnul Hotimah)

08111777080 (Sari)

081519898880 (Tiara)


Kemitraan & Cabang

087820021100 (Putri)

jejakimani@gmail.com