Sabtu, 30 Maret 2024
Semua hamba yang beriman tentu sangat senang dengan kedatangan bulan yang luar biasa ini. Bahkan Rasulullah ﷺ dan para sahabat serta generasi salaf senantiasa menantikan bulan. Kecintaan dan kerinduan Rasulullah ﷺ kepada bulan Ramadhan terlihat dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra dalam Sunan Al-Baihaqi :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ رَجَبُ قَالَ : أللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَان
Artinya: “Ketika Rasulullah ﷺ memasuki bulan Rajab, beliau mengucapkan; Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Al-Baihaqi)
Ramadhan tentu bukan sebuah hal yang remeh, ianya memiliki sejarah yang panjang dan berharga untuk kemudian dikaji oleh setiap muslim yang hidup di atas muka bumi ini. Salah satu yang paling utama dan luar biasa dari bulan Ramadhan adalah puasa. Sebagaimana Firman Allah ﷻ dalam Al Quran:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian untuk berpuasa (di bulan Ramadhan) sebagaimana kami wajibkan atas umat-umat sebelum kalian agar kalian menjadi orang yang bertaqwa.” (Qs. Al-Baqarah :183).
Lalu korelasi apa yang terhubung antara Ramadhan beserta seluruh rangkaian ibadahnya dengan Tauhid kita kepada Allah ﷻ?
Pertama, jika kita lihat, puasa bukan hanya soal ibadah jasadiyah (fisik). Puasa memiliki dua dimensi, yaitu jasadiyah dan ruhaniyah. Bukan hanya soal “Al Imsak ‘an mubtilaatihi” (menahan dari hal yang membatalkannya) tapi juga soal menumbuhkan kesadaran akan adanya pengawasan Allah ﷻ atau kita kenal dengan “Ihsan.” Orang yang berpuasa seyogyanya menyadari kehadiran pengawasan dan perhatian Allah ﷻ terhadap ibadah puasanya sehingga seorang mukmin sejati tidak akan mampu dengan sengaja menjerumuskan dirinya kepada kemaksiatan dikala berpuasa. Ia menyadari di tempat se-tertutup apapun, Allah ﷻ tetap maha melihat atas apa yang ia lakukan.
Selain itu, puasa pun disebutkan sebagai salah satu ibadah yang sirriyyah (rahasia). Ianya tidak dapat terlihat sebagaimana ibadah lainnya yang memerlukan gerakan, dan ianya hanya terlihat dari segi nilainya di sisi Allah ﷻ. Sebagaimana dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. :
قَالَ اللَّهُ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Setiap amalan anak Adam (manusia) adalah untuknya kecuali puasa, sebab ia hanyalah untukku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran padanya (secara langsung).” (HR. Bukhari)
Dari hadits qudsi ini kita belajar bahwasanya puasa yang kita laksanakan sebagai seorang muslim bukanlah untuk kita, melainkan ini adalah sebuah persembahan ketaatan kita kepada Allah ﷻ dan Allah ﷻ yang akan langsung memberikan ganjaran sesuai dengan kadar yang Allah ﷻ tetapkan. Allah ﷻ membalas orang yang melakukan ibadah puasa tanpa ada batas, dan mengkhususkan amalan puasa adalah istimewa untuk-Nya dibanding amalan-amalan ibadah lainnya. Puasa adalah sarana keakraban antara seorang hamba dengan Tuhannya. Di samping itu, lapar dan haus tidak dapat dipersembahkan kepada tuhan yang disekutukan kepada Allah ﷻ. Karenanya, ibadah puasa lekat dengan nilai tauhid yang hanya menyembah kepada Allah ﷻ semata.
Dari sini juga kita belajar bahwa kunci kesuksesan seorang hamba dalam berpuasa dan ibadah lainnya adalah dilaksanakan karena 3 hal. Keimanan, keridhoan dan keikhlasan. Hal ini pulalah yang sering disebutkan oleh Rasulullah ﷺ dalam beberapa teks hadits yaitu adalah إيمانا واحتسابا (Imanan wahtisaban.) Maka puasa tanpa ketiga hal ini hanyalah sebuah rangkaian tanpa arti dan nilai di sisi Allah ﷻ dan hal ini pun berlaku untuk ibadah lainnya. Bahwa gerbang utama menuju diterimanya sebuah amal shalih adalah keimanan kepada Allah ﷻ (bersyahadat), serta ridho dan ikhlas dalam menjalani rangkaian ibadah tersebut.
Inilah salah satu nilai tauhid yang terbangun dari puasa. Tauhid bukan hanya soal keimanan ataupun ucapan dua kalimat syahadat saja, namun juga kesadaran akan keberadaan Allah ﷻ serta ketaatan yang dilakukan tanpa syarat apapun untuk Allah ﷻ dan terbangunnya kepercayaan atas segala keagungan Allah ﷻ.
Hal ini ditunjukkan salah satunya dalam sebuah kisah percakapan antara Ibnu Umar ra. dengan seorang penggembala yang dituliskan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauzi dalam kitabnya Sifatush Shafwa juz 2 halaman 188.
Nafi berkata, “Aku pergi bersama Ibnu Umar ke beberapa daerah di pinggir kota. Ikut pula beberapa orang, lalu mereka membuka hidangan untuk makan. Kemudian seorang anak penggembala melewati mereka. Maka Ibnu Umar berkata kepadanya, “Ayo nak, mari makan.” Anak tersebut berkata, “Saya sedang puasa.” Lalu Ibnu Umar berkata, “Pada hari panas seperti ini sedangkan engkau sedang menggembala kambing di antara pegunungan, engkau berpuasa?” Sang anak menjawab, “Aku ingin memanfaatkan waktu yang senggang.”
Ibnu Umar terpesona dengan anak tersebut, lalu dia berkata, “Apakah engkau bersedia menjual seekor kambing dari gembalamu, lalu akan kami sembelih dan kamu akan kami berikan makan dengan dagingnya lalu kami akan berikan uangnya.”
Dia berkata, “Ini bukan milik saya, tapi milik tuan saya.”
Ibnu Umar berkata, “Bukankah engkau dapat mengatakan kepadanya bahwa seekor srigala telah memangsanya.”
Lalu sang anak tersebut pergi sambil mengangkat jarinya ke langit seraya berkata, “Di mana Allah?”
Maka Ibnu Umar selalu mengulang-ulang perkataan, “Si penggembala berkata, ‘Di mana Allah?’. Maka setelah tiba di Madinah, beliau mengirim utusan kepada tuan anak tersebut untuk membeli budak tersebut beserta gembalanya, lalu sang budak dimerdekakan dan hewan ternaknya diberikan kepadanya.Semoga Allah merahmatinya.”
Buah dari puasa menunjukkan ketulusan iman. Ibnu Rajab mengatakan, "Puasa inilah yang menunjukkan benarnya iman seseorang. Orang yang melakukan puasa selalu menyadari dia berada dalam pengawasan Allah meskipun dalam keadaan sendirian.”
Kedua, kita mengetahui bahwa perintah puasa pertama kali disyariatkan pada tahun kedua hijriyah. Dan pada saat itu pula, tepatnya pada tanggal 17 Ramadhan, kaum muslimin diuji dengan sebuah pertempuran yang cukup dahsyat antara kaum muslimin yang belum lama berhijrah dengan saudara mereka sendiri yaitu kaum Quraisy.
313 orang pasukan muslimin, dalam keadaan berpuasa, harus berjalan sejauh 130 km guna berperang menghadapi pasukan Quraisy yang berjumlah 1000 orang dengan perbekalan yang lengkap yaitu 600 pedang, 300 ekor kuda dan 700 ekor unta. Bukan hal mudah bagi Rasulullah ﷺ untuk meyakinkan kaum muslimin yang baru kurang dari 2 tahun meninggalkan negerinya karena alasan keimanan ditambah lagi dengan perbekalan pasukan muslimin yang terbatas. Saat itu, pasukan muslimin hanya memiliki 8 buah pedang, 2 ekor kuda, dan 70 ekor unta. Hal ini tentu membuat kaum muslimin gaduh di Madinah saat itu. Tentu di luar nalar manusia pasukan yang 1:3 harus saling berhadapan dengan senjata seadanya. Namun kembali Rasulullah ﷺ meyakinkan para sahabat untuk tak gentar dalam memenuhi panggilan jihad ini.
Pertempuran pun tak terelakkan, Rasulullah ﷺ di dalam tendanya Bersama sahabat mulia Abu Bakar Ash Shiddiq tak hentinya berdoa. Salah Satu doa yang dipanjatkan Rasulullah ﷺ sebagaimana dikisahkan oleh Syaikh Abdul Hasan Ali Al Hasani An Nadwi dalam kitab shirah nabawiyahnya :
"Ya Allah! Kaum Quraisy telah datang dengan pasukan dan segala kecongkakannya. Mereka datang untuk memerangi-Mu dan mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, jika golongan ini (kaum Muslim) binasa, maka Engkau tidak akan disembah lagi di muka bumi ini. Ya Allah, laksanakanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, kami mohon pertolongan-Mu.”
Sambil meneteskan air mata, Abu Bakar Ash Shiddiq, sahabat yang lemah lembut itu berbisik kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, cukup bagimu mengingatkan Tuhanmu akan janji-janji-Nya. Karena Tuhan akan memberikan kepadamu apa yang telah Dia janjikan."
Selesai berdoa, Rasulullah ﷺ dan Abu Bakar keluar dari tenda. Rasulullah ﷺ memberi semangat kepada tentara Islam agar berperang dengan penuh semangat. "Majulah menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi," sabda Rasulullah ﷺ kepada para pasukan. Pertempuran Badar bukan sekedar pertaruhan nyawa, namun juga pertaruhan keimanan. Badar menjadi saksi atas keteguhan iman para sahabat serta saksi atas agungnya kuasa Allah ﷻ. Badar menjadi saksi bahwa kekuatan manusia sebesar apapun tak akan mampu menyaingi kekuatan Allah ﷻ. Allah ﷻ memenangkan pasukan muslimin karena keimanan dan ketaatan mereka kepada perintah Allah ﷻ. Allah ﷻ memenangkan para pejuang badar karena eratnya tali bathin antara mereka dengan Allah ﷻ. Maka tidak lah Allah ﷻ akan memenangkan para pejuang badar kecuali karena keteguhan tauhid mereka kepada Allah ﷻ.
Dari kisah Badar Allah ﷻ mencoba menjelaskan dan menegaskan kepada kita bahwa Ramadhan adalah sebuah kesempatan untuk semakin mengokohkan sendi-sendi tauhid kita. Tentu bukan tanpa tujuan Allah ﷻ menakdirkan pecahnya pertempuran Badar pada bulan Ramadhan. Di sini lagi-lagi Allah ﷻ ingin menunjukkan kepada kita siapa-siapa yang memiliki tauhid yang kokoh maka akan senantiasa ada dalam pertolongan Allah ﷻ. Siapa-siapa yang memiliki keimanan yang kuat ianya tidak akan lari dari panggilan Allah ﷻ. Siapapun yang telah terpatri kuat dalam jiwanya nilai-nilai ke-tauhid-an maka mereka tak akan gentar dengan apapun karena mereka percaya bahwa Allah ﷻ senantiasa membersamai mereka.
Ramadhan sebagai momentum penguatan tauhid tidak berhenti di situ. Poin lain dari korelasi Ramadhan dengan Tauhid kepada Allah ﷻ dapat Sahabat simak di bagian 2.
Semoga dengan artikel ini, kita dapat memaksimalkan Ramadhan sehingga menjadi penguat tauhid kepada Allah ﷻ. Salah satu cara memaksimalkan ibadah di bulan Ramadhan adalah dengan umroh.
Sahabat yang ingin umroh di bulan Ramadhan, dapat melaksanakan ibadah bersama Jejak Imani. Paket umroh di Jejak Imani memiliki beragam tanggal keberangkatan yang insya Allah dapat menyesuaikan dengan jadwal kosong Sahabat.
Selain umroh, Sahabat juga dapat melaksanakan paket lain dari Jejak Imani yang dapat menguatkan iman seperti haji dan wisata halal di Jejak Imani. Sahabat juga akan mendapatkan bimbingan oleh para asatidz mumpuni selama perjalanan ibadah dan napak tilas. Jadi tunggu apalagi segera tanya dulu, konsultasi gratis dengan tim Jejak Imani.
Semoga bermanfaat!
587x
Bagikan:
Artikel Lainnya
Senin, 5 Februari 2024
Punya Mimpi Umroh? Penuhi Syarat Umroh Dahulu!
Syarat Umroh 2024 - Umroh atau sering disebut juga haji kecil adalah salah satu ib...
Sabtu, 30 Maret 2024
10 Hari Terakhir Ramadhan, Amalan Apa Saja yang Dilakukan?
Beberapa waktu lagi umat Muslim akan memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Pada waktu akhir bulan Ramadhan terdapat 10 hari terakhir yan...
Senin, 14 Oktober 2024
Tidak Ada Mushola di Pesawat, Apakah Sah Sholat Sambil Duduk?
Shalat fardhu dilakukan dengan cara berdiri sebagaimana penjelasan ulama. Berdiri juga menjadi r...
Senin, 11 Maret 2024
Mau Tau Hasil Sidang Isbat Ramadhan 2024? Cek di Jejak Imani
Kementerian Agama RI telah mengumumkan hasil sidang Isbat Ramadhan 2024 pada hari Minggu, 10 Maret 2024. Awal ramadhan 2024 atau tangg...